Gunung Klotok adalah salah satu gunung yang terdapat di dekat kaki Gunung Wilis. Gunung ini terletak di Mojoroto, Kediri. Ada yang mengatakan bahwa Klotok sebenarnya adalah salah satu bukit dari Gunung Wilis, karena banyak didatangi orang, dan lumayan jauh dari Gunung Wilis itu sendiri, kebanyakan orang menyebutnya dengan Gunung Klotok.
Keunikan gunung ini adalah bentuknya menyerupai sosok perempuan yang sedang tidur. Hanya sekitar 2 jam perjalanan kita sudah bisa menginjakkan kaki kita di puncak bukit Klotok.
Rahasia Pertapaan Dewi Kilisuci di Gunung Klotok
Goa batu alam pertapaan
Dewi Kilisuci yang berada di Gunung Klotok berukuran sekitar 3x4 meter
persegi, di bagian dalam goa terdapat prasasti huruf Palawa yakni pada
bagian dinding bawah. Goa batu hasil pahatan tangan nenek moyang itu
oleh penduduk setempat mendapat julukan Goa Selo Bale, artinya
kurang-lebih bangunan tempat tinggal. Goa inilah pusat perhatian di masa
pemerintahan Baginda Erlangga 1035-an sewaktu beliau yang sudah sepuh
memutuskan turun takhta dan menjadi pertapa di lereng gunung
Penanggungan. Sedangkan Putri Mahkota pewaris kerajaan Dewi Kilisuci
yang seharusnya menaiki singgasana karena menderita penyakit kedhi alias
tidak pernah mengalami menstruasi -- sehingga kemudian dianggap wanita
suci pepunden tanah jawi -- akhirnya juga ikutan bertapa mendaki Gunung
Klotok.
Babat Kadhiri menyebut sekilas mengenai perilaku orang Kediri yang meniru-niru laku Dewi Kilisuci, akan tetapi sayangnya meniru dalam fasal adigang, adigung, dan adiguna, baik kaum wanitanya maupun kaum prianya. Konon terdapat kutukan pada kerajaan Kediri tatkala terlibat dalam peperangan dengan musuh sebagai berikut, "Jika pasukan Kediri menyerang musuh di daerah lawan lebih dulu akan selalu memenangkan pertempuran, akan tetapi sebaliknya jika musuh langsung menyerang ke pusat kerajaan Kediri lebih dulu maka musuh itu akan selalu berhasil memperoleh kemenangan yang gemilang." Barangkali karena kutukan itulah konon para presiden Republik Indonesia selalu menghindari untuk singgah ke kota Kediri dalam setiap perjalanan di wilayah Jawa Timur. Mungkin tatkala sedang singgah di kota Kediri mereka beranggapan akan mudah diserang oleh musuh atau lawan politiknya.
Berkaitan turun takhtanya Sri Baginda Erlangga atau Airlangga sejarah kemudian mencatat atas perintah baginda maka kerajaan dibagi dua oleh Mpu Bharada, dan masing-masing bagian kerajaan, Daha dan Jenggala, dipimpin oleh putra dari selir Erlangga.
Babat Kadhiri menyebut sekilas mengenai perilaku orang Kediri yang meniru-niru laku Dewi Kilisuci, akan tetapi sayangnya meniru dalam fasal adigang, adigung, dan adiguna, baik kaum wanitanya maupun kaum prianya. Konon terdapat kutukan pada kerajaan Kediri tatkala terlibat dalam peperangan dengan musuh sebagai berikut, "Jika pasukan Kediri menyerang musuh di daerah lawan lebih dulu akan selalu memenangkan pertempuran, akan tetapi sebaliknya jika musuh langsung menyerang ke pusat kerajaan Kediri lebih dulu maka musuh itu akan selalu berhasil memperoleh kemenangan yang gemilang." Barangkali karena kutukan itulah konon para presiden Republik Indonesia selalu menghindari untuk singgah ke kota Kediri dalam setiap perjalanan di wilayah Jawa Timur. Mungkin tatkala sedang singgah di kota Kediri mereka beranggapan akan mudah diserang oleh musuh atau lawan politiknya.
Berkaitan turun takhtanya Sri Baginda Erlangga atau Airlangga sejarah kemudian mencatat atas perintah baginda maka kerajaan dibagi dua oleh Mpu Bharada, dan masing-masing bagian kerajaan, Daha dan Jenggala, dipimpin oleh putra dari selir Erlangga.
Sebuah pengalaman
singkat mengunjungi situs pertapaan Dewi Kilisuci pada 1990-an selama
beberapa minggu, maka siapa pun yang beruntung tatkala mengunjungi goa
batu alami di punggung gunung Klotok sebelah Timur segaris lurus dengan
Goa Selomangleng akan menjumpai seorang pertapa sepuh berusia delapan
puluhan. Tampilannya biasa saja seperti petani, ia tidak mengenakan
apapun selain celana panjang dan baju safari, pakaiannya itu pun tampak
sudah tua. Ia seorang diri berada di tengah hutan belantara Klotok yang
masih cukup lebat di masa itu. Air terjun di mulut goa tak henti
mengalirkan air jernih dari sumber mata air berupa bebatuan cadas di
punggung gunung itu.
Pertapa itu berambut
putih, bertubuh langsing, wajahnya tampak berseri-seri. Ia tidak banyak
bicara apalagi jika tidak ditanya oleh orang yang beruntung dapat
menjumpainya di goa Selobale tersebut.
"Bapak tinggal sendirian di sini sedang melakukan apa?"
"Saya hanya menjaga
tempat ini atas dawuh susuhunan kraton Solo. Karena kami dari kraton
Solo menganggap di sinilah tempat pertapaan Dewi Kilisuci yang
sebenarnya, dan bukan di Goa Mangleng di bawah sana maupun di tempat
lainnya, Selomangleng itu hanya sebuah museum belaka," katanya penuh
keyakinan. "Kami dari kraton Solo juga percaya bahwa leluhur kami
berasal dari wilayah ini (dari Kediri, Jawa Timur)." Ia tidak
menjelaskan lebih lanjut tugas yang diembannya dan juga alasan mengapa
goa itu harus dijaga saat ini. Selanjutnya ia mengalihkan pembicaraan
pada bangunan di luar goa, tepatnya di mulut goa terdapat jurang dan di
seberang jurang yang menganga berukuran tiga meter lebar itu terdapat
lubang goa mini berukuran satu meter persegi. Mengenai sedikit hipotesis
mengenai misteri goa Selo Mangleng yang belum pernah dipublikasikan
baca tulisan kami yang lain di blog ini berjudul, "Rahasia Kraton Sri Aji Joyoboyo".
"Di tiga
ceruk/cekungan dinding gunung berupa batu cadas itulah para prajurit
kerajaan Kediri bertugas menjaga keamanan dan mudah mengawasi tempat
ini," ujarnya. Ia tidak menjelaskan lebih lanjut pengetahuannya yang
mendalam mengenai goa selobale. Barangkali ia tengah mengadakan studi
mengenai situs goa selobale dengan cara spiritual.
Memang jika kita
tengah berdiri di goa selobale maka samar-samar tampak di seberang air
terjun mini tampak pada dinding bukit batu yang kemiringannya 90 derajat
atau tegak lurus itu terdapat goa-goa berjumlah tiga yang jaraknya
satu sama lain teratur simetris dan berukuran satu meter persegi.
"Tempat ini dulu
tidak seperti ini, Ada jalan penghubung antara penjaga di seberang dan
goa Selo Bale ini. Wilayah ini sekarang dikuasai pihak militer dan
dijadikan ajang latihan perang-perangan menggunakan amunisi sungguhan.
Mortir atau meriam biasa digunakan jika sedang masa latihan pada tahun
70-an. Dan senapan serbu laras panjang tidak terhitung lagi jumlah
pelurunya yang berhamburan di sekitar goa ini."
Memang benar semua
itu, penduduk di kawasan ini sudah tahu hal itu dan menganggap sebagai
hal biasa. Memang tidak ada unsur kesengajaan dari militer untuk merusak
situs itu, akan tetapi situs itu secara tak langsung terkena dampak
buruknya.
"Goa Selo Bale
inilah yang benar-benar jadi tempat pertapaan putri Erlangga itu, bukan
di Goa Selo Mangleng, itu hanya museum semata-mata," ujar lelaki tua
mengulangi apa yang sudah dikatakannya belum beberapa bentar, kembali
suaranya terdengar mantap dan meyakinkan.
"Dulu tempat ini tidak sedalam ini, hanya sampai sebatas sini," katanya menunjuk lantai goa. "Orang-orang yang mencari harta-karun mencoba menggali dinding ini hingga bertambah sekitar setengah meter. Tampaknya tidak berhasil mendapatkan apapun."
"Sampai sekarang orang belum berhasil menemukan peninggalan heboh kerajaan Kediri. Mungkin berada di balik bukit ini!" katanya serius, sambil menunjuk suatu sudut punggung gunung. Jika kita berjalan melingkari bukit dan tiba di balik bukit itu memang terdapat air terjun kecil, Tretes. Dan di seberang sana sebelah selatan terdapat daerah dengan julukan Gemblung, bila orang berjalan di atas daerah itu seolah ada suara dari dasar tanah berbunyi "bung, bung, bung." Mungkin ada semacam ruang bawah tanah berukuran besar.
Di balik bukit sebelah timur terdapat sumber air suci Gunung Klotok, tempat itu terkenal dengan sebutan Sumber Loh, karena di hulu aliran air yang lumayan deras itu kebetulan terdapat sebatang pohon Lo berukuran raksasa, dan dari lobang-lobang di sekitar akar pohon itulah awal mula mata air yang terus memancar sepanjang masa, tak kenal musim, dan tak kenal jaman.
Tahun berganti tahun
berlalu di Goa Selobale, dan kini keadaan telah berubah, jika orang
tersasar atau sedang mendaki gunung Klotok dan tiba di tempat itu akan
menjumpai kembali goa tersembunyi itu sunyi seperti sediakala. Tidak
seorang pun berada di sana untuk dapat diajak bicara, kecuali suara
serangga yang berdengung siang-malam. Kesunyian itu juga melanda sebuah
goa misteri yang lain lagi berada di balik bukit tempat goa Selobale
bertengger, goa yang lain itu disebut "Goa Kikik", arti harfiahnya
kurang lebih goa mini. Barangsiapa mencoba melacak keberadaan goa yang
satu itu akan kesulitan menemuinya karena tiada bedanya dengan bongkahan
batu biasa yang bertebaran di sekitar lokasi goa Kikik. Akan tetapi
perlu diketahui bahwa goa Kikik memang goa asli pahatan tangan
nenek-moyang di masa silam. Di masa silam Goa Kikik menjadi salah satu
garis pertahanan lain dari arena perbukitan itu untuk mengawasi dan
memapak pendatang pada masa silam dari jurusan barat laut yang sedang
mengarah ke Goa Selo Bale dengan niatnya masing-masing."Dulu tempat ini tidak sedalam ini, hanya sampai sebatas sini," katanya menunjuk lantai goa. "Orang-orang yang mencari harta-karun mencoba menggali dinding ini hingga bertambah sekitar setengah meter. Tampaknya tidak berhasil mendapatkan apapun."
"Sampai sekarang orang belum berhasil menemukan peninggalan heboh kerajaan Kediri. Mungkin berada di balik bukit ini!" katanya serius, sambil menunjuk suatu sudut punggung gunung. Jika kita berjalan melingkari bukit dan tiba di balik bukit itu memang terdapat air terjun kecil, Tretes. Dan di seberang sana sebelah selatan terdapat daerah dengan julukan Gemblung, bila orang berjalan di atas daerah itu seolah ada suara dari dasar tanah berbunyi "bung, bung, bung." Mungkin ada semacam ruang bawah tanah berukuran besar.
Di balik bukit sebelah timur terdapat sumber air suci Gunung Klotok, tempat itu terkenal dengan sebutan Sumber Loh, karena di hulu aliran air yang lumayan deras itu kebetulan terdapat sebatang pohon Lo berukuran raksasa, dan dari lobang-lobang di sekitar akar pohon itulah awal mula mata air yang terus memancar sepanjang masa, tak kenal musim, dan tak kenal jaman.
Kediri - Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan menduga, bangunan menyerupai candi di puncak Gunung Klothok, Kediri, adalah peninggalan zaman Hindu-Budha yang berkembang pada abad 10 hingga awal abad 15.
"Berdasarkan morfologi struktur bata yang tersingkap, mengindikasikan bahwa struktur bata tersebut membentuk semacam struktur mandapa," kata Aris Soviyani, kepala BP3 Trowulan kepada detiksurabaya.com, Kamis (8/12/2011).
Terkait dengan periodesasi temuan struktur bata tersebut, menurut Aris di lokasi tidak ditemukan tanda-tanda yang dapat dijadikan dasar untuk menarik interpretasi yang lebih baik.
Berdasarkan dari jenis temuan yang berupa struktur bata, dapat ditarik suatu interpretasi sementara, bahwa temuan struktur bata tersebut yang dibuat dengan teknik bata gosok kemungkinan besar tidak dapat dilepaskan dari perkembangan arsitektur bangunan pada masa periode Hindu-Budha di Jawa Timur.
Secara administratif, lokasi penemuan candi bersebelahan dengan wilayah Desa Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Secara astronomis, lokasi temuan berada pada koordinat 49 M 0606818 dan 9136704 yang diukur dengan GPS dengan akurasi 6 m. Lokasi penemuan berada pada ketinggian 214 m dpl.
Lingkungan alam lokasi penemuan berada di lereng sisi timur Gunung Klotok atau Gunung Buthak. Perbukitan ini memiliki tiga buah anak bukit yang berada di sisi timur dan selatan. Wilayah perbukitan ini dikelola oleh KPH Kediri.
Dalam kegiatan peninjauan yan dilakukan BP3, berhasil diindentifikasi temuan 1 buah struktur bata. Temuan struktur bata tersebut berada di puncak anak bukit. Kini temuan tersebut tertutup tanaman alang-alang dan lapisan tanah lempung pasiran berwarna merah kecoklatan, yang membentuk gundukan tanah. Dari singkapan tanah sisi barat dan selatan gundukan tanah tersebut nampak ada tatanan bata yang sepertinya membentuk struktur berbentuk segi empat.
Aris Soviyani menambahkan, bila melihat kenampakan struktur bata yang tersingkap, dari bentangan dan sebarannya, maka diduga bahwa struktur bata ini membentuk denah persegi empat dengan dimensi panjang 10.43 meter, lebar 6.30 meter, dan tinggi 1.29 meter. Namun demikian, dimensi ini masih hanya merupakan interpretasi yang bersifat sementara.
keren mas buat infonya da semoga bermanfaat
BalasHapusMakasih atas limpahan ilmunya
BalasHapusbagus bos artikelnya dan menarik
BalasHapusmantap gan infonya dan salam sukses selalu
BalasHapus